(BI) menyatakan sudah siap menjalankan kebijakan redenominasi | BestprofitBagi BI, kebijakan redenominasi rupiah sangat baik terutama bagi reputasi ekonomi Indonesia dan meningkatkan efisiensi. Agus pun menegaskan, redenominasi bukan sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang, maka masyarakat tidak perlu khawatir.Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI Dody Budi Waluyo menambahkan, bank sentral telah mengkaji kebijakan redenominasi mata uang sejak 2012. Bahkan, sekitar dua tahun lalu sebenarnya sudah pernah masuk prolegnas. "Kami menunggu DPR membahas RUU redenominasi karena sebenarnya kebijakan ini merupakan inisiatif DPR. BI hanya tinggal menjalankan," ujarnya kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta. Ia menjelaskan, redenominasi mata uang merupakan kebijakan bagus. Pasalnya nilai tukar rupiah akan menjadi lebih kecil penyebutannya namun tidak mengubah nilai nominalnya. "Misalnya satu dolar AS kan sekitar Rp 13 ribu, akan lebih enak kalau disebut Rp 130. Kalau angkanya lebih kecil, kepercayaan diri kita akan jadi lebih baik," tutur Dody. Bank Indonesia (BI) menyatakan sudah siap menjalankan kebijakan redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah. Diharapkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) redenominasi bisa masuk prolegnas agar dapat segera dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, bank sentral sudah mengajukan RUU redenominasi sejak tahun lalu agar dibahas dalam prolegnas tahun ini. Hanya saja, prolegnas di sepanjang 2017 fokus pada undang-undang terkait penerimaan negara, sehingga RUU penyederhaan mata uang belum terpilih. Bila ada kesempatan memasukkan RUU tersebut ke prolegnas tahun ini, kata Agus, tentu BI tidak akan melewatkan kesempatan itu. "Kami berharap DPR bisa mempertimbangkan pembahasan RUU redenominasi karena di dalamnya hanya memuat 18 pasal," jelasnya, saat ditemui di acara buka puasa bersama di Gedung BI, Jakarta, Senin (29/5). Menurutnya, penyampaian RUU redenominasi tergantung kepada Menteri Hukum dan HAM serta menteri Keuangan. "Saat ini perekonomian Indonesia sudah tepat untuk menerapkan redenominasi, inflasi kita rendah dengan pertumbuhan ekonomi membaik pada kuartal pertama 2017 mencapai lima persen year on year (yoy)," tutur Agus. Program Rp 1.000 Jadi Rp 1 Tak Kunjung Jadi, Ini Penyebabnya | Bestprofit"Prioritasnya lebih ke UU yang terkait penerimaan negara," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo saat berbincang di kantornya, Senin malam (30/5/2017).Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Hukum dan HAM, menurut Agus sebagai pihak yang mengajukan RUU sudah sepakat untuk segera memulai pembahasan dan selesaikan secepat mungkin. Sehingga bisa segera di realisasikan. Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang, bukan sanering yang berarti adalah pemotongan. Jadi harga barang dan jasa yang berlaku tetap akan mengikuti nilai rupiah yang baru. "UU redenominasi itu akan sangat baik karena redenominasi mata uang sama-sama pahami bukan sanering pemotongan uang. Tapi itu redenominasi tentukan ulang jumlah angka dari mata uang dan bersamaan harga barang dan jasa," paparnya. Agus mengharapkan, tahun depan RUU redenominasi bisa masuk ke dalam prolegnas. "Kalau dari sekarang sampai akhir tahun ada kemungkinan bisa memasukkan RUU redenominasi ke Prolegnas," tukasnya. Rancangan Undang-undang (UU) redenominasi atau mengubah Rp 1.000 menjadi Rp 1 masih belum jadi prioritas bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sudah sejak dua tahun lalu RUU diajukan, akan tetapi belum juga masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).Alasan yang selalu disampaikan, yaitu, DPR masih berfokus pada RUU yang berkaitan dengan penerimaan negara. Di antaranya adalah RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), RUU Pajak Penghasilan (PPh) dan lainnya. BI Kembali Gulirkan Pembahasan RUU Redenominasi Tahun Ini | BestprofitApabila kebijakan redenominasi diambil dalam waktu dekat, menurut Bhima, pemerintah dan BI akan diuntungkan waktu karena masa transisi dapat dilakukan tanpa terburu-buru. Implementasi redenominasi memang tidak bisa dilakukan dalam satu atau dua tahun ke depan, mengingat perekonomian global masih mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan AS yang berpotensi memperkuat nilai dolar AS. Sementara, salah satu syarat implementasi redenominasi, yakni kestabilan fluktuasi nilai tukar.Tak cuma itu, sambung Bhima, implementasi redenominasi juga harus memperhatikan kondisi psikologis masyarakat. Buktinya, saat ini, masih ada anggapan di masyarakat bahwa redenominasi merupakan sanering.
"Ketika ekonomi sedang dalam masa-masa lesu, seperti sekarang, kalau ada gejolak dari kebijakan seperti itu, masyarakat akan membuat kegaduhan yang tidak perlu," terang dia. Sekadar mengingatkan, RUU Redenominasi telah diusulkan sebelumnya, namun gagal masuk ke daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017. Wacana redenominasi diutarakan pada 2013 silam.Kebijakan ini akan menghilangkan tiga angka terakhir dalam setiap pecahan mata uang. Misalnya, Rp1.000 menjadi Rp1. Salah satu negara yang pernah melakukan redenominasi mata uangnya, yakni Turki dengan mengubah denominasi 1.000.000 lira menjadi 1 lira pada 2005 silam. Bank Indonesia (BI) kembali mengungkit pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Redenominasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar dimulai tahun ini. Pasalnya, rancangan beleid yang memuat 18 pasal itu membutuhkan masa transisi implementasi yang cukup panjang, yaitu sekitar 7 tahun hingga 8 tahun."Kalau dari sekarang sampai akhir tahun nanti ada kemungkinan untuk bisa memasukkan RUU Redenominasi Rupiah, kami pasti ingin memasukkan," ujar Gubernur BI Agus DW Martowardojo, Senin (29/5) malam.Agus mengatakan, bank sentral akan menggandeng pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk berkoordinasi. Toh, redenominasi mata uang dibutuhkan untuk efisiensi pencatatan akutansi, termasuk meningkatkan reputasi ekonomi nasional.Redenominasi tidak akan memotong nilai mata uang, seperti halnya kebijakan sanering. Sanering adalah pemangkasan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Kebijakan sanering ditujukan demi mengurangi jumlah uang beredar akibat melonjaknya harga-harga barang dan jasa.Agus menilai, saat ini adalah saat yang tepat untuk memulai pembahasan redenominasi, mengingat bukan cuma kebutuhan masa transisi yang tidak sebentar, tetapi juga karena inflasi Indonesia dalam posisi rendah dan pertumbuhan ekonomi diperkirakan membaik. "Kita lihat bahwa ekonomi kuartal pertama (5,01 persen) dibandingkan kuartal pertama tahun lalu (4,91 persen) atau dibandingkan kuartal keempat 2016 (4,94 persen), semua lebih baik. Jadi, ini merupakan saat yang tepat," imbuhnya.Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengaku, mendukung pembahasan RUU Redenominasi untuk dilakukan tahun ini juga. Apalagi, ia menyebut, pemerintah tengah memiliki dukungan politik yang kuat terlihat dari pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2017. Tahun sebelumnya, pemerintah mendapatkan dukungan lewat UU Pengampunan Pajak. Bestprofit
0 Comments
Leave a Reply. |
PT Bestprofit FuturesPT Bestprofit Futures Archives
April 2017
Networks
|