Cerita Nego Alot Pertamina dan PLN di Proyek PLTGU Jawa | PT Bestprofit Futures Banjarmasin1/30/2017 Sementara itu Direktur Pengadaan PLN, Supangkat Iwan Santoso, menjelaskan lamanya PPA lantaran sulitnya mencapai kesepakatan dalam kelayakan pendanaan dan pasokan gas."Kami terus terang sangat menghargai konsorsium yang mau mencari solusi bersama sehingga bisa sepakat. Dua isu terakhir soal bankability dan gas, karena gasnya disediakan oleh PLN. Kita berikan term and condition ke konsorsium dan mereka menerima," ujar Supangkat. Sebagai informasi, tender PLTGU Jawa I dibuka oleh PLN pada Juli 2016 lalu, diikuti oleh 4 peserta. Konsorsium Pertamina-Marubeni Corporation-Sojitz telah diumumkan sebagai peringkat pertama peserta tender pada Oktober 2016. Letter of Intent (LoI) penunjukkan pemenang tender diterbitkan pada 31 Oktober 2016.Kontrak jual-beli listrik harusnya ditandatangani dalam waktu 45 hari setelah LoI. Tetapi ada beberapa isu yang perlu pembahasan lebih lama, sehingga PPA tak bisa diteken pada 13 Desember 2016. PT PLN (Persero) dan PT Jawa Satu Power (JSP) hari ini menandatangani perjanjian jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1. JSP sendiri merupakan perusahaan baru yang dibentuk Pertamina sebagai pemenang lelang dengan konsorsiumnya yang terdiri dari Marubehi Corporation, dan Sojitz Corporation.Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, mengatakan alotnya pembahasan antara kedua belah pihak jadi alasan tertundanya PPA. Diakuinya, proyek bernilai Rp 24 triliun ini sangat kompetitif sehingga butuh waktu yang sangat lama dalam proses negosiasi. "Ini sangat kompetitif dan transparan atas tender IPP (Independent Power Producer), Pertamina juga belajar banyak. Dalam perjalanan maju mundur, karena ini juga bukan urusan PLN saja, tapi juga kepentingan negara," kata Dwi di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (31/1/2017). "Kemudian bagaimana PLN harus mendapatkan harga terbaik, saya akui luar biasa. Ternyata ini proyek bisa berikan pelajaran sangat berharga bagi Pertamina dalam membangun patner kemitraan. Di saat terakhir kami harus menyesuaikan IRR (Internal Rate Return/tingkat pengembalian modal)," tambahnya. Konsorsium Pertamina Cari Pinjaman Rp 18 T untuk Proyek PLTGU Jawa | PT Bestprofit Futures BanjarmasinAuthorized Representative of Consortium Pertamina-Marubeni-Sojitz, Ginanjar, mengatakan sebanyak 75% pendanaan konsorsium tersebut didapatkan dari pinjaman, sementara sisanya 25% berasal dari modal JSP. Total investasi yang dibutuhkan sebesar US$ 1,8 miliar atau Rp 24 triliun, maka Rp 18 triliun di antaranya dari pinjaman."Pendanaan kita 75% dari pinjaman, sisanya dari konsorsium sendiri 25%. Pinjaman ini kita dapatkan dari para supporter kita," jelas Ginanjar ditemui di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (31/1/2017). Pinjaman luar negeri tersebut berasal dari konsorsium yang terdiri dari Asian Development Bank (ADB), Japan Bank for International Corporation), dan Nippon Export of Investment (NEXI). Targetnya, kepastian pendanaan proyek akan diperoleh maksimum 12 bulan setelah PPA ditandatangani. "Nanti ketiga lender kita ini akan membentuk konsorsium lagi. Secepatnya untuk pendanaan," kata Ginanjar.PLTGU Jawa 1 ini direncanakan akan mulai beroperasi pada akhir tahun 2020. Pembangkit ini akan mensuplai listrik ke Sistem Jawa-Bali sebesar 8.409 GWh setiap tahun. Sementara untuk lokasinya berada di Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz memenangkan lelang proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1. Kontrak jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) telah diteken hari ini, Selasa (31/1/2017) dengan PT PLN sebagai pembeli listrik.Selain Pertamina dengan kepemilikan 40%, konsorsium ini terdiri dari Marubehi Corporation sebesar 40%, dan Sojitz Corporation dengan kepemilikan 20%. Mereka kemudian membentuk perusahaan baru yakni PT Jawa Satu Power (JSP). Pemerintah Siapkan Dua Denda Bagi Pengembang Listrik Bandel | PT Bestprofit Futures BanjarmasinSelain itu, pemerintah juga akan memberlakukan denda bagi IPP yang tidak menyalurkan listrik di bawah kapasitas yang dijanjikan di dalam PPA. Denda tersebut, lanjutnya, sebesar tambahan listrik yang perlu dibayar PLN demi mengompensasi kelalaian IPP tersebut."Misalnya, harga IPP sebesar Rp100 per Kilowatt-Hour (KWh), namun IPP tak bisa menyalurkan listrik di bawah minimum order. Sehingga, PLN harus mencari pembangkit pengganti untuk menutup kekurangan listrik yang disuplai oleh IPP, anggap saja harganya Rp150 per KWh. Nanti denda yang dibayar oleh IPP sebesar Rp50 per KWh," jelas Jarman ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (30/1).
Ia menuturkan, denda yang disebut belakangan perlu dilakukan karena sebelumnya belum ada ketentuan yang mengatur hal tersebut. Selama ini, lanjutnya, hanya PLN saja yang dikenakan denda jika listrik yang diserap dari IPP lebih kecil dari kesepakatan yang tertuang di dalam PPA (take-or-pay)."Makanya dibutuhkan skema delivery-or-pay, di mana klausul PPA menyebut bahwa IPP bisa didenda jika tak sesuai dengan ketentuan perjanjian jual beli listrik. Hal ini sangat penting demi menyaring IPP yang qualified, tak ada lagi pengembang listrik yang main-main," tambah Jarman.Lebih lanjut ia mengatakan, kedua denda ini akan dimasukkan sebagai bagian dari klausul-klausul baru PPA, yang rencananya akan dituangkan ke dalam Peraturan Menteri. Jarman mengatakan, beleid ini diharapkan bisa terbit pada Februari mendatang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengenakan dua jenis denda bagi pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) jika kedapatan tak memenuhi kewajiban operasional seperti yang tertera di dalam perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan PT PLN (Persero).Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan, denda pertama akan dikenakan kepada IPP jika tak beroperasi sesuai tenggat waktu yang dijanjikan. Jika pembangkit listrik semakin molor, maka denda yang dikenakan juga akan berlipat. PT Bestprofit
0 Comments
Leave a Reply. |
PT Bestprofit FuturesPT Bestprofit Futures Archives
April 2017
Networks
|